BELAJAR DARI KEHIDUPAN YUNUS

Belajar dari kehidupan Yunus ~ Landasan firman Tuhan dari tema tersebut terambil dari kitab Yunus 1. Dan yang menjadi fokus renungan kita terdapat dalam ayat, yaitu: “Dalam kesusahanku aku berseru kepada Tuhan, dan Ia menjawab aku” – Yunus 2:2.

Kisah Yunus adalah salah satu cerita yang paling sering didiskusikan dan sangat menarik di Alkitab. Namun, dari semua perdebatan tersebut, ada satu hal yang pasti: Yunus melakukan pencarian jati diri di hotel bawah air yang bau.

Kita semua tahu bahwa terkadang hidup berjalan dengan tidak baik. Ketika hal itu terjadi, seperti Yunus, kita perlu mengajukan beberapa pertanyaan sukar kepada diri kita sendiri.
Apakah ada dosa dalam hidup saya? Karena Yunus terang-terangan tidak taat, Allah harus melakukan sesuatu yang tegas untuk mendapatkan perhatiannya dan memimpinnya agar bertobat.

Apa yang dapat saya pelajari dari situasi ini? Orang-orang Niniwe yang jahat adalah musuh umat Allah. Yunus berpikir bahwa mereka seharusnya dihukum dan tak diberi kesempatan kedua. Ia perlu belajar membagikan belas kasih Allah bagi orang-orang yang terhilang. "Allah melihat perbuatan mereka itu, yakni bagaimana mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat, maka menyesallah Allah karena malapetaka yang telah dirancangkan-Nya terhadap mereka" (Yunus 3:10).

Dapatkah saya menunjukkan kemuliaan Allah dalam semua ini? Penderitaan kita sering tidak berkaitan dengan diri kita, tetapi berkaitan dengan bagaimana orang-orang melihat kuasa Allah bekerja melalui kelemahan kita. Yunus berada dalam situasi tidak berdaya, tetapi Allah menggunakannya untuk memimpin bangsa yang menyembah berhala itu menuju pertobatan.
Lain kali apabila Anda mengalami masalah "perut ikan paus", jangan lupa mengajukan pertanyaan sukar tersebut. Semoga Anda menemukan kelepasan di tengah keputusasaan yang Anda hadapi --JMS 

KITA MENDAPATKAN PELAJARAN DI SEKOLAH PENDERITAAN YANG TIDAK DAPAT KITA PELAJARI DENGAN CARA LAIN

JANGAN KITA TAKUT

Jangan kita takut ~ Landasan firman Tuhan dari tema tersebut diambil dari Injil Yohanes 6:15-21. Dan yang menjadi fokus renungan kita terambil dari kitab Amsal, yaitu: “Janganlah takut kepada kekejutan yang tiba-tiba, atau kepada kebinasaan orang fasik, bila itu datang” – Amsal 3:25.

Kita semua pernah bermimpi buruk. Mungkin kita bermimpi jatuh dari gedung yang tinggi, melarikan diri dari makhluk yang mengerikan, atau berdiri di hadapan hadirin dan lupa akan pidato kita.

Akhir-akhir ini, istri saya bermimpi buruk. Ia bermimpi sedang berada di sebuah ruangan yang sempit ketika dua orang laki-laki muncul dari dalam kabut. Ketakutan meliputinya. Saat laki-laki itu akan menangkapnya, istri saya berkata, "Saya akan memberi tahu Anda tentang Yesus." Ia segera bangun karena mendengar suaranya sendiri. Nama Yesus membebaskannya dari ketakutan.

Kita membaca dalam Yohanes 6 bahwa murid-murid Yesus merasa ketakutan saat, di keremangan senja, mereka melihat orang asing berjalan di Danau Galilea yang sedang dilanda badai. Akan tetapi, orang yang misterius itu bukanlah bagian dari mimpi buruk -- Dia adalah nyata. Matius melaporkan bahwa mereka "berteriak-teriak karena takut" (14:26). Kemudian, murid-murid itu mendengar suara yang tidak asing lagi. "Inilah Aku, jangan takut!" (Yohanes 6:20). Itu Yesus. Ketakutan mereka mereda, begitu pula badai di danau.
Sang Juru Selamat mengatakan kepastian yang sama kepada kita saat ini di tengah-tengah ketakutan sepanjang perjalanan kita sebagai orang kristiani. Salomo berkata, "Nama Tuhan adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat" (Amsal 18:10).

Ketakutan mungkin akan melanda kita, tetapi kita harus memiliki keyakinan bahwa Yesus akan senantiasa menjadi terang dalam kegelapan --DJD

ANDA TIDAK PERLU TAKUT KEGELAPAN SAAT ANDA BERJALAN BERSAMA TERANG DUNIA

BIARLAH ROHMU BERSEMANGAT

Biarlah rohmu bersemangat ~ Landasan firman Tuhan dari tema tersebut didasarkan pada tulisan rasul Paulus kepada jemaat di Roma, yaitu Roma 12:9-12. Fokus perenungan kita ada pada ayat yaitu: “Biarlah rohmu menyala-nyala” – Roma 12:11.

Saat ini tungku perapian yang modern telah menyederhanakan kegiatan yang biasa dilakukan untuk menjaga rumah tetap hangat pada saat musim dingin. Kita dapat dengan mudah mengatur waktu pada termostat, sehingga rumah kita akan tetap hangat ketika kita bangun di pagi hari. Akan tetapi, dahulu, api harus dijaga dengan hati-hati dan persediaan bahan bakarnya harus selalu diperhatikan. Kehabisan bahan bakar bisa menimbulkan akibat yang mematikan.
Begitu pula dengan kehidupan rohani. Apabila kita berpikir bahwa "api rohani" kita dapat dinyalakan dengan mudahnya seperti tungku perapian modern, maka kita mungkin akan kehilangan gairah terhadap Tuhan.

Pada zaman Israel kuno, para imam diperintahkan untuk menjaga agar api di altar tidak padam (Imamat 6:9,12,13). Hal ini membutuhkan kerja keras, tidak hanya masalah mengumpulkan kayu bakar di hutan lebat yang belum pernah dijamah.

Sebagian ahli teologi menganggap api di altar sebagai simbol kobaran penyembahan kita kepada Tuhan. Gairah rohani bukanlah sesuatu yang bisa dianggap enteng atau hal yang wajar. Gairah tersebut akan menjadi dingin apabila kita tidak bisa menyediakan bahan bakarnya.
Rasul Paulus membicarakan kegairahan rohani dalam suratnya yang ditujukan kepada jemaat di Roma (12:1,2,11). Supaya api penyembahan kita tetap berkobar-kobar, kita harus senantiasa bekerja keras mengisi persediaan bahan bakar kita dengan harapan, kesabaran, doa yang tekun, kemurahan hati, keramahan, dan kerendahan hati (ayat 11-16) -- JAL 

KASIH KITA KEPADA YESUS ADALAH KUNCI MENUJU KEGAIRAHAN ROHANI

TUHAN YESUS FIRMAN HIDUP

Tuhan Yesus firman hidup ~ Landasan firman Tuhan dari tema tersebut diambil dari Injil Yohanes 6:60-69. Fokus renungan kita difokuskan pada ayat, yaitu: “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Engkau memiliki perkataan hidup yang kekal” – Yohanes 6:68.

Seorang misionaris yang bekerja pada Penginjilan Bawah Tanah menceritakan kisah seorang beriman di Rusia sebelum jatuhnya komunisme di sana. Ketika ia tahu seorang temannya telah memperoleh Alkitab, ia pun memohon untuk meminjam Alkitab itu. Akan tetapi, si pemilik Alkitab membaca buku berharga itu setiap petang sampai pukul 10 malam. Oleh karena itu setiap malam, selama 8 bulan, dari pukul 10 malam sampai pukul 2 pagi, orang beriman yang setia ini dengan rajin menyalin Alkitab temannya. Akhirnya, ketika beberapa teman kristiani mengunjunginya dengan membawa Alkitab, ia menukarkan karya kasih tulisan tangannya itu dengan beberapa buah Alkitab.

Bayangkanlah bila Anda tidak dapat memperoleh Alkitab. Berapa banyak uang yang rela Anda bayarkan untuk mendapatkannya? Mari kita renungkan pertanyaan ini dengan lebih mendalam!
Ketika ajaran Yesus mulai "mengganggu" orang-orang yang mengikuti-Nya, banyak orang memilih untuk meninggalkan-Nya (Yohanes 6:60-66). Maka Dia pun bertanya kepada murid-murid-Nya, "Apakah kamu tidak mau pergi juga?" (ayat 67). Petrus menjawab, "Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Engkau memiliki perkataan hidup yang kekal" (ayat 68). Petrus tahu bahwa Yesus adalah Firman yang hidup, yaitu Allah yang menjelma sebagai manusia. Itu sebabnya, ia bersedia meninggalkan segalanya dalam hidup ini untuk mengikuti Dia yang menjadi Jalan, Kebenaran, dan Hidup.

Apakah kita memiliki komitmen seperti Petrus? Apakah kita memiliki pengabdian seperti orang beriman dari Rusia itu? Berapakah yang rela kita bayarkan untuk Alkitab? Untuk Tuhan kita? -VCG 

SALAH SATU UKURAN CINTA KITA KEPADA ALLAH BERUPA CINTA KITA KEPADA FIRMAN YANG TERTULIS DAN KEPADA FIRMAN YANG HIDUP

DIPERCAYA UNTUK MENJADI BERKAT

Dipercaya untuk menjadi berkat ~ Landasan firman Tuhan dari tema tersebut diambil dari Lukas 12:41-48. Dan fokus perenungan kita kali ini difokuskan pada ayat yaitu: “Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, akan banyak dituntut dari dirinya, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, akan lebih banyak lagi dituntut dari dirinya” – Lukas 12:48.

Jeff, seorang pemuda berusia 20 tahun di komunitas kami, telah mendapatkan sesuatu yang lebih dari yang seharusnya ia terima. Ia pernah menjatuhkan batu dengan sengaja dari atas jembatan layang sehingga jatuh mengenai kaca depan mobil yang sedang dikendarai Vickie Prantle. Batu itu menyobek wajah Vickie, membuat mata kanannya keluar, merusak gigi-giginya, sehingga wanita itu perlu menjalani serangkaian panjang pembedahan yang menyakitkan.

Jeff mengira Vickie dendam padanya. Akan tetapi, bahkan ketika ia menunggu kedatangan paramedis, Vickie berdoa agar Tuhan mengampuni pelaku kejahatan itu. Lalu, wanita itu meminta kepada hakim untuk memberikan kesempatan kedua kepada Jeff, dan pemuda ini divonis untuk mengikuti program rehabilitasi anak nakal selama 90 hari. "Ia memberi hadiah kepada saya," kata Jeff, "dan saya akan memanfaatkan pemberian itu sebaik-baiknya. Saya sangat bersyukur bahwa ia seorang kristiani. Kalau tidak, saya pasti masih mendekam di penjara."

Bila kemudian pemuda bermasalah itu beriman kepada Yesus Kristus, ia akan sangat berterima kasih kepada Vickie atas hadiah yang diterimanya. Namun jika tidak, kesalahannya akan bertambah pada hari penghakiman terakhir. Yesus berkata, "Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, akan banyak dituntut dari dirinya" (Lukas 12:48). Jeff telah diberi banyak. Demikian juga Anda dan saya. Kita yang telah mengenal Kristus sudah menerima sesuatu yang jauh lebih besar, yaitu keselamatan dan pengampunan dari Yesus.
Apa yang akan Anda lakukan dengan hadiah kasih karunia-Nya? - HVL 

KASIH KARUNIA ADALAH BERKAT CUMA-CUMA YANG DIBERIKAN ALLAH KEPADA ORANG YANG TAK LAYAK MENERIMANYA

PENTINGNYA MEMILIKI SAHABAT

Pentingnya memiliki sahabat ~ Tema renungan kali ini diambil dari kitab Daniel 1:11-21. Dan yang menjadi fokus perenungan kita terkait dengan tema pentingnya memiliki sahabat difokuskan pada kitab Amsa, yaitu: “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi saudara dalam kesukaran” – Amsal 17:17.

Tokoh Perjanjian Lama Ayub dan Daniel mempunyai banyak kemiripan. Keduanya mengalami berbagai percobaan dan tantangan berat. Akan tetapi, keduanya juga memperoleh sukses besar berkat kehadiran Allah di dalam hidup mereka. Keduanya dipandang sebagai raksasa-raksasa iman, yang seorang karena kesabarannya dalam menanggung penderitaan, dan yang lain karena kesuciannya di tengah budaya yang najis.

Ayub dan Daniel mempunyai persamaan yang lain, yaitu masing-masing mempunyai tiga orang sahabat yang berarti. Akan tetapi, persamaan mereka berakhir di sini. Teman-teman Ayub menjadi duri dalam daging. Mereka justru menyalahkannya ketika ia membutuhkan belas kasih dan pendampingan. Pada saat Ayub bergumul dengan kehilangan dan kesedihan, Elifas, Bildad, dan Zofar tampaknya cenderung menambah kesakitannya daripada memberi pertolongan dalam kesengsaraannya.

Ketiga teman Daniel sangat berbeda. Ketika mereka bersama-sama ditangkap, Daniel dan sahabat-sahabatnya; Sadrakh, Mesakh, dan Abednego saling mendukung serta menguatkan dalam masa-masa sulit ini. Mereka berdiri bersama-sama untuk menghormati Allah (Daniel 1) dan berdoa (2:17,18), serta menolak untuk menyembah patung raja (3:16-18). Sahabat-sahabat seperti inilah yang kita butuhkan!

Jadi, sahabat seperti apakah saya? Amsal 17:17 mengatakan demikian, "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu." Siapakah yang membutuhkan Anda untuk menjadi sahabatnya pada hari ini? -WEC 

SAHABAT SEJATI BAGAIKAN PENOPANG UNTUK DINDING YANG MIRING

DAMPAK PERSELINGKUHAN ROHANI

Dampak perselingkuhan rohani ~ Landasan firman Tuhan dari tema dampak perselingkihan rohani diambil dari Yeremia 2:5-13. Fokus perenungan kita ada pada ayat ini, “Apakah kecurangan yang didapati nenek moyangmu pada-Ku, sehingga mereka menjauh dari pada-Ku, mengikuti dewa kesia-siaan, sampai mereka menjadi sia-sia?” – Yeremia 2:5.

Alkisah sekelompok ilmuwan memutuskan bahwa manusia dapat hidup tanpa Allah. Maka salah seorang dari mereka memandang ke atas, kepada Allah, dan berkata, Kami telah memutuskan bahwa kami tidak lagi membutuhkan Engkau. Kami memiliki cukup hikmat untuk mengkloning manusia dan melakukan banyak hal ajaib.

Allah mendengarkan dengan sabar dan kemudian berkata, Baiklah, mari kita mengadakan kontes penciptaan manusia. Kita akan melakukannya persis seperti Aku dulu menciptakan Adam. Para ilmuwan setuju. Kemudian salah satu dari mereka membungkukkan badan dan mengambil sekepal tanah. Allah memandang dia dan berkata, Oh, tidak! Engkau harus membuat tanahmu sendiri!

Pada zaman Yeremia, bangsa Israel hidup seakan-akan tidak lagi membutuhkan Tuhan. Mereka memercayakan diri mereka kepada ilah-ilah lain, sekalipun ilah mereka itu tidak dapat menanggapi kebutuhan-kebutuhan mereka. Yeremia menentang pemberontakan mereka, karena telah meninggalkan Allah yang sejati dan menunjukkan sikap yang tidak hormat terhadap Dia (Yeremia 2:13,19).
Apakah kita berbuat salah karena telah menjalani hidup seakan-akan tidak membutuhkan Allah? Kita mungkin mengenal Dia sebagai Juruselamat, namun memberhalakan hikmat atau kebebasan kita. Mungkinkah Tuhan berkata tentang kita, Mereka menjauh dari pada-Ku? (2:5).
Hidup jauh dari Allah mempermalukan dan tidak menyenangkan Dia, dan tidak akan pernah memenuhi kebutuhan kita yang terdalam. Namun, kita dapat berbalik kepada-Nya hari ini (3:7) AMC 

SIKAP MEMBERHALAKAN DIRI SENDIRI MERUPAKAN PENGGANTI ALLAH YANG MENYEDIHKAN